Segala macam info dan berita tentang studi di kota Madinah dan Ikatan Keluaga Pondok Modern Gontor Cab. Madinah

Jumat, 16 November 2012

Apakah niat puasa Ramadhan harus dilakukan berulang–ulang?

Oleh: Rizqo Kamil Ibrahim
Apakah niat puasa Ramadhan dilakukan berulang – ulang setiap hari atau cukup berniat  sekali saja di awal Ramadhan untuk puasa sebulan kedepan?
Hukum niat puasa adalah wajib dilakukan sebelum shubuh, inilah pendapat mayoritas ahli fiqh dari kalangan Malikiyah, Syafi'iyyah dan Hanabilah {lihat: Ibnu 'Abdil Bar, al-Kaafie (1/335), Imam Nawawi, al-Majmu' (6/229), Al-Mawardie, al-Inshaf (3/209)}
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ النِّيَّةَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ .
“Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka sama sekali tidaklah sah puasanya tersebut baginya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majjah)
Kembali ke pertanyaan di atas, para ulama berbeda pendapat dalam hal ini:
1.       Pendapat Pertama:
Disyaratkan untuk memperbaharui niat puasa setiap hari. Hal ini merupakan pendapat  madzhab Hanafiyyah, Syafi'iyyah dan Hanabilah (lihat : Al-Jasos, Syarhu Mukhtasor at-Thohawi (2/403), Imam Nawawi, al-Majmu' (6/302), al-Mawardie, al-Inshaf (3/209)).
Dalil dari sunnah:
Keumuman perkataan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ النِّيَّةَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ .
“Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka sama sekali tidaklah sah puasanya tersebut baginya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majjah)
Dalil dari qiyas:
Dalam mengerjakan sholat lima waktu setiap muslim diwajibkan untuk berniat setiap sholat, begitu pula puasa di bulan suci Ramadhan, setiap muslim wajib untuk berniat setiap hari.
2.       Pendapat Kedua:
Cukup berniat sekali saja di awal bulan untuk berpuasa Ramadhan sebulan penuh. Hal ini disebabkan karena berpuasa Ramadhan sebulan penuh seperti mengerjakan satu ibadah, satu sama lain saling berkaitan dan tidak boleh membedakan antara yang satu dengan yang lainnya.
Jika ada halangan yang membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa maka ia memperbaharui niatnya di hari ketika ia mulai berpuasa kembali.
Ini merupakan madzhab Malikiyah, pendapat Zafr rahimahullah, seorang ulama bermadzhab Hanafiyyah, dan pendapat Syeikh 'Utsaimin rahimahullah (lihat: ad-Dardirie, asy-Syarhul Kabier (1/521), al-Mabsut (3/56), ibnu 'Utsaimin, asy-Syarhul Mumti' (6/356)).
Diterjemahkan dari kitab: "Mukhtasor Fiqh ash-Shoum", ditulis oleh Tim Keilmuan Yayasan Duror as-Saniyah di bawah bimbingan Habib 'Alawi bin 'Abdil Qodier As-Seggaf (seorang habib ahlussunnah di Arab Saudi). Buku ini diterbitkan oleh Yayasan Duror as-Saniyah.
Yayasan Duror as-Saniyah yang diasuh oleh Habib 'Alawi bin 'Abdil Qodir as-Seggafi ini merupakan sebuah yayasan di Arab Saudi yang bergerak dalam bidang da'wah keislaman. Yayasan ini menyebarkan ajaran Islam melalui penerbitan buku dan situs www.dorar.net. Banyak karangan Habib 'Alawi as-Seegaf yang diterbitkan oleh yayasan ini.
Catatan:
Bagi yang berniat puasa di kala sahur dengan mengucapkan lafadz: "nawaitu souma godin" tidaklah tepat.  Karena arti lafadz tersebut: "saya berniat puasa besok hari", padahal ketika sahur hendaknya berniat puasa untuk hari itu.
Selain itu, berniat puasa tidak mesti dilafadzkan, karena Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam pun tidak pernah mensunnahkan untuk melafadzkan niat.
Share:

Kamis, 08 November 2012

IKPM MADINAH TEMUI PENGASUH GONTOR PUTRI 5



Ustadz Agus Mulyana (tengah) bersama warga IKPM Madinah di Masjid Nabawi

MADINAH – Selasa, 23 Dzulqo’dah 1433, warga IKPM Madinah mendapat kesempatan bertemu dengan salah seorang guru senior, Al-Ustadz H. Agus Mulyana, S.Ag, Pengasuh Gontor Putri 5. Kesempatan emas ini muncul di sela – sela kunjungan beliau ke kota suci Madinah sebelum menunaikan ibadah haji di kota Mekkah.

Share:

Mencintai Ahlul Bait



Oleh: Rizqo Kamil Ibrahim

"Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul Baitku," ujar Rasulullah tiga kali dalam suatu khutbahnya di Khum (sebuah daerah antara Makkah dan Madinah).


Husain bin Sibroh bertanya kepada Zaid bin Arqom, seorang sahabat yang meriwayatkan khutbah nabi di atas, “Siapakah Ahlul Bait beliau wahai Zaid? Bukankah istri-istri beliau termasuk ahlil baitnya?" Zaid menjawab, "para istri Nabi memang termasuk Ahlul Bait akan tetapi yang dimaksud di sini, orang yang diharamkan sedekah setelah wafatnya beliau." Lalu Husain berkata, "siapakah mereka?" Beliau menjawab: “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas," Husain bertanya kembali Apakah mereka semuanya di haramkan zakat? Zaid menjawab, "Ya." [Shahih muslim 7/122-123]

Share:

Kamis, 05 April 2012

Bekerjasama dengan KBRI Riyadh, Kemanduban Indonesia Selenggarakan Seminar Pertahanan

Oleh: Admin 

Kolonel Achmad Riad sedang menyampaikan materi pertahanan negara di hadapan Mahasiswa Indonesia di Madinah


Dinginnya malam kota Madinah tidak menyurutkan semangat mahasiswa Indonesia di Universitas Islam Madinah (UIM) untuk mengikuti Seminar Pertahanan pada hari Rabu (21/03/2012). Seminar yang diselenggarakan oleh Kemanduban Indonesia bekerjasama dengan KBRI Riyadh ini berlangsung di Istirohah ‘Sima’, sekitar 5 km dari pusat kota Madinah. Kurang lebih 320 mahasiswa dari berbagai jurusan dan tingkatan mengikuti acara ini dengan khidmat.

Share:

Muhammad Idris, Muadzin Gontor di Madinah

Oleh: Admin


Mengumandangkan adzan di kampung sendiri mungkin merupakan suatu hal yang biasa, namun bila mengumandangkannya di negeri orang, apalagi di kota nabi, tentu merupakan hal yang ‘luar biasa’. Hal inilah yang sehari – hari dilakukan oleh Muhammad Idris, alumni Gontor tahun 2009 asal Kalimantan. Semenjak tiba di tanah suci, ia ditugaskan untuk menjadi muadzin di Masjid Ummul Mu’minin, salah satu masjid mewah di hayy (distrik) al-Hada, Madinah, Arab Saudi.


                                                          Suasana  Masjid Ummul Mukminin 

Kesempatan emas ini berawal saat kegiatan Daurah dan Muqabbalah yang diadakan oleh Universitas Islam Madinah (UIM) di Gontor 2, Ponorogo, tahun 1431 lalu. Pada kegiatan tersebut ia ditugaskan untuk menjadi qori’ dalam acara pembukaan dan penutupannya. Terpukau dengan lantunan ayat yang ia baca, Syeikh Sulthan bin Umar al-Husein, salah satu dosen UIM yang mengikuti kegiatan tersebut menemuinya untuk sekedar berbincang – bincang seraya meminta nomor telepon yang bisa dihubungi.  

Gayung bersambut. Tak lama kemudian, datanglah panggilan resmi dari Arab Saudi untuknya agar segara berangkat dengan visa dan tiket pesawat gratis. Karena masih dalam masa pengabdian, ia meminta izin kepada pimpinan pondok untuk segera mengurus administrasi keberangkatan. Alhamdulillah, pimpinan pondok merespon positif dan mengizinkannya mengambil ijazah walau masa pengabdiannya belum genap setahun.

Pengalamannya di Jam’iyyatul Qurro’ (JMQ) ketika masih mondok di Gontor dulu sangat membantu tugas yang ia emban sekarang. Mengumandangkan adzan, membaca Al-Quran dengan tartil, menjadi imam shalat, tentu bukan sesuatu yang asing lagi baginya. Bahkan, di masjid tempatnya mengumandangkan adzan tersebut, ia sering memimpin shalat jamaah apabila sang imam berhalangan hadir.

Walau sudah berkecukupan secara materi, ia tidak melupakan harta manusia yang paling berharga, yaitu ilmu. Setiap hari Sabtu sampai Rabu, ia bersama kawannya, Hasan, berangkat menuntut ilmu di sekolah formal yang bertempat di Masjid Nabawi. Sekolah formal yang bernama Ma’had Haram Nabawi ini menerima siswa dari berbagai tingkatan akademik, Ibtidaiyyah (SD), Mutawashitah (SMP), maupun Tsanawiyyah (SMA). Materi yang diajarkan juga beraneka ragam sesuai dengan kelas dan tingkatannya.

Walhasil, berbagai kenikmatan bisa ia dapatkan di kota Rasul ini. Pahala yang berlipat, ilmu dari para ulama Madinah, rizki harta benda adalah bentuk nyata nikmat yang Allah telah berikan kepadanya. Hal tersebut patut ia syukuri disamping layak kita jadikan pelajaran untuk selalu menyadari betapa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan berbagai macam nikmat serupa bahkan lebih darinya.

Semoga tulisan ini tidak termasuk perbuatan riya’, ingin dipuji, atau pamer kelebihan, tapi karena mengamalkan firman Allah di penghujung surat Adh-Dhuha: wa amma bi ni’mati rabbika fahaddits!
Share:

Minggu, 25 Maret 2012

Dua Tamu Yordania Nikmati Tour Bersama IKPM Madinah

Oleh: Admin




Di sela – sela rangkaian ibadah umroh awal Februari lalu, dua alumni Gontor yang sedang menempuh pendidikan di Yordania menyempatkan diri bertemu keluarga besar IKPM Madinah. Mereka adalah Lalu Fahrizal Cahyadi, alumni Gontor tahun 2009, dan Nikmatullah at-Tanary, alumni Gontor tahun 2003. Bersama IKPM Madinah mereka menikmati tour di tanah suci.



Lalu Fahrizal Cahyadi adalah mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Fiqh wa Ushulihi, di World Islamic Science and Education University, salah satu universitas terkemuka di kota Amman, Yordania. Sedangkan Nikmatullah at-Tanary masih tercatat sebagai mahasiswa pascasarjana di universitas yang sama pada Fakultas Adab Jurusan Bahasa Arab. Mereka memutuskan untuk mengunjungi Universitas Islam Madinah (UIM) sebagai kegiatan tambahan saat di tanah suci. 

Dalam sepekan kunjungan di UIM, mereka melaksanakan berbagai aktifitas layaknya mahasiswa Madinah. Ditemani oleh beberapa anggota IKPM mereka masuk perkuliahan, bermain bola, menyantap menu restoran kampus, dan kegiatan lainnya.

Setelah puas dengan suasana kampus UIM, mereka juga dimanjakan oleh berbagai makanan khas Indonesia yang terdapat di berbagai restoran sekitar Masjid Nabawi. Rindu mereka terhadap tanah air seakan terobati dengan berbagai menu masakan tersebut. Tak ketinggalan mereka menyediakan satu koper khusus untuk berbagai bumbu masakan Indonesia sebagai oleh - oleh berharga ketika telah sampai di Yordania nanti. Hal itu maklum adanya, dikarenakan tidak ada satupun restoran yang menyediakan masakan khas Indonesia di sana.
Share:

Sabtu, 24 Maret 2012

Warga IKPM Madinah Temui Masisir di Masjid Nabawi


Oleh: Admin


Sehari setelah kedatangan rombongan umrah mahasiswa Mesir (Masisir) di Madinah pada hari Selasa, 27 Rabi’ul Tsani 1433 H, warga IKPM Madinah menemui mereka di salah satu sudut Masjid Nabawi. Sejumlah 11 warga IKPM Madinah dan 3 masisir ikut serta pada pertemuan kecil setelah magrib tersebut. Dalam suasana penuh keakraban dan persaudaraan kedua belah pihak saling bertukar informasi dan pengalaman di negara masing – masing.
Pada kesempatan tersebut, Al-Akh Amrizal Batubara, alumni Gontor tahun 2007 yang sedang menempuh studi di Universitas Al-Azhar menceritakan suasana belajar dan kehidupan di Mesir. Kondisi sosial-politik Mesir paska mundurnya Husni Mubarak juga ia sampaikan. Ia juga berpesan kepada warga IKPM untuk berkunjung ke Mesir di lain waktu. “Terserah kalian mau tinggal di rumah siapa aja,” ucapnya.
Seusai sholat Isya, perbincangan diteruskan di restoran ‘Al-Baik’, restoran terlaris di Madinah yang berjarak sekitar 100 meter dari Masjid Nabawi. Setelah menikmati ayam goreng khas ‘Al-Baik’, warga IKPM Madinah menyambangi alumni Gontor yang lain di hotel. Sebanyak 6 alumni Gontor dari 26 masisir yang mengikuti rombongan umrah dari Mesir tersebut. Menurut rencana, pada hari Ahad, 2 Jumadal Ula 1433 H, rombongan akan bertolak menuju Mekkah untuk melaksanakan ibadah umrah dan ibadah lainnya di Masjidil Haram. 
Share:

Sabtu, 17 Maret 2012

"ZAMMILUNI , ZAMMILUNI!" (Pesan Penting Dalam Hadis Bukhori)

Oleh : Rizqo Kamil Ibrahim*

Zammiluni, zammiluni!”
“Selimutilah aku, selimutilah aku!” pinta Rasululullah shallallahu 'alaihi wasallam terhadap sang kekasih, Khadijah binti Khuwailid. Adrenalin yang tidak karuan, ketakutan yang amat sangat, “gundah gulana” mendera manusia ma'sum yang perkataannya termasuk hujjah, Rasullullah shallahu ‘alaihi wasallam kala itu.

Bagaimana tidak? Kesendiriannya di gua hira yang hening dikejutkan dengan datangnya sosok yang tak terduga: malaikat Jibril.

“Iqro!” perintahnya kepada Nabi.
 “Aku tidak bisa membaca,” jawab beliau jujur.

Tak ayal sang malaikat mendekati Rasulullah lalu mendekapnya hingga membuatnya kepayahan. Kemudian melepaskannya seraya berkata, iqro!
 “Aku tidak bisa membaca.”  

Tak beda dengan perbuatan sebelumnya, malaikat Jibril mengulangi dekapannya dan memerintahkannya membaca untuk ketiga kalinya. Rasulullah pun tak kunjung membaca. Didekapnya lagi Rasulullah untuk kali ketiga, lalu dilepasnya.

Sejenak kemudian malaikat Jibril memyampaikan firman Allah yang artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan! Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajarkan (manusia) dengan perantara kalam, Dia mengajarkan manusia apa yang belum ia ketahui” (Al-‘Alaq: 1 – 5).

Setelah turunnya wahyu pertama itu, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bergegas pulang ditemani degup kencang jantung di dada, gemetar dan goncang. Ketika sampai di rumah, Rasulullah meminta untuk diselimuti oleh Khadijah, sang jelita kekasih nabi, sampai ketakutannya hilang. Fazammaluhu hatta dzahaba 'anhur rou'u.

Betapa shalihahnya sang istri ketika menyelimuti suaminya yang sedang gundah dan takut dengan segala kelembutan dan kasih sayang. Hadis ini menggambarkan cinta tulus seorang istri untuk suaminya. Selain itu, hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori ini juga mengisyaratkan bahwa ketakutan dapat diringankan -bahkan dihilangkan- dengan berselimut.

“Laqod khosyitu 'ala nafsi. Rasulullah meluapkan apa yang ada dibenaknya. Ia khawatir dirinya sendiri akan binasa.

Khadijah tidak serta merta menanyakan apa gerangan yang dialami suaminya, karena sebagai istri yang shalihah, ia tahu bahwa bertanya kepada seseorang yang sedang tertekan bukanlah keputusan yang tepat. Ketika mendengar ucapan Rasullullah seperti itu, ia berusaha menenangkan seraya berkata, "Kalla! Wallahi, ma yukhzikallah abadan!"

Bukan demikian! Demi Allah! Allah tidak akan merendahkanmu selamanya.”

“Innaka latashilur rohima, wa tahmilul kalla, wa taksibul ma'duma, wa taqridh dhoyfa, wa tu'inu 'ala nawaaibil fi'li.”

“Sungguh engkau selalu menyambungkan tali persaudaraan, memikul beban orang lain, bekerja untuk keperluan orang yang tak punya, menjamu tamu, dan senantiasa membela kebenaran.”

Allahu Akbar, ma ajmala hadzal kalam! Betapa indahnya perkataan ini. Sebuah motivasi yang menghidupkan hati – hati yang layu dan membangkitkan derap langkah yang sempat terhenti. Motivasi hebat dari istri shalihah, Khadijah bintu Khuwailid.

Pada zaman sekarang, kisah suami yang pulang dengan hati gementar setelah menerima wahyu tidak akan mungkin terdengar kembali karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penutup para nabi. Namun, ketika suami bermasalah di kantor, pedagang yang mengalami kerugian, sopir yang sepi penumpang, bawahan yang dimarahi atasan, dai yang dimusuhi, atau pelbagai permasalahan suami lainnya kerap membuat kepulangan suami ke rumah dibarengi dengan dagu tertunduk, wajah lesu, hati yang tidak karuan, serta sedih meratapi nasib.

Pada saat itulah, dibutuhkan Khadijah – Khadijah baru sebagai pendamping sekaligus penenang suami. Kata – katanya indah, rupanya menawan, dan apabila dipandang menyejukkan hati. Di saat sang suami lelah kurang bersamangat, ia terus memberi motivasi bukan malah memberi sanksi dengan kata – kata pedas, seperti: “suami payah!”, “begitu saja tidak bisa”, “uh…dasar tak berguna!”

Tentunya, tidak seorang pun yang akan mendapatkan istri persis seperti Khadijah, istri Rasulullah. Namun, sejatinya “ma la yudrok kulluh  la yutrok julluh”: suatu hal yang tidak bisa digapai semuanya, tidak seharusnya ditinggalkan semuanya. Pasti ada sosok wanita zaman ini yang menyerupai Khadijah yang shalihah, penenang suami di kala menghadapi masalah, dan juga motivator ulung di saat suami kurang bersemangat dalam hidupnya.

Maka, sungguh sangat tepat apabila seorang muslim mempersiapkan dirinya sendiri untuk mendapatkan pasangan seorang wanita yang shalihah. Dalam hal ini, wanita shalihah seperti Khadijah yang selalu berusaha berdiri di atas sunnah akan didapatkan oleh muslim yang berpegah teguh mengikuti sunnah (jalan) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sekuat tenaga. Jika kitab dan sunnah sudah menjadi pedoman, Allah akan memberikan pendamping yang begitu pula.

"Wanita – wanita keji diperuntukkan bagi laki – laki keji, dan (begitu pula sebaliknya) laki – laki keji diperuntukkan bagi wanita - wanita keji. Sedangkan wanita – wanita baik diperuntukkan bagi laki – laki baik dan laki – laki baik diperuntukkan bagi wanita – wanita yang baik (pula)."(An-Nurr: 24)
 
Wallahu ta'ala a'lam.
Madinah, 22 Rabi'ul Awwal 1433 H

*Penulis sedang melanjutkan studi di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi.

Share:

Kamis, 15 Maret 2012

IKPM FC Menang Telak 5-2



Oleh: Admin




Dalam pertandingan persahabatan dengan Al-Irsyad FC, IKPM FC memenangkan pertandingan dengan skor 5-2. Pertandingan yang diikuti oleh pemain – pemain sepak bola terbaik IKPM ini berlangsung di lapangan utama futsal Universitas Islam Madinah (UIM) pada hari Kamis pagi, 22 Rabi’ul Tsani 1433 H. Suasana penuh kekompakkan diiringi dengan eratnya silaturrahmi mewarnai pertandingan ini.

    “Saya senang sekali hari ini bisa ikut menyaksikan teman – teman bermain walau saya sendiri tidak bermain,” ucap Muhammad Luthfi, mahasiswa UIM asal Singapura, alumni Gontor tahun 2005. Dalam sambutan yang ia berikan saat berkumpul usai pertandingan tersebut, ia juga meminta doa kepada seluruh anggota IKPM agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkannya dalam ujian masuk program magister 3 minggu lagi.


     Tidak ketinggalan, diadakan pula perkenalan mahasiswa baru UIM yang berasal dari Gontor dan pondok – pondok alumni lainnya, seperti: Ponpes Al-Amin Prenduan Madura, Ponpes Darul Istiqomah Bondowoso, Ponpes Al-Ikhlas Sulawesi dan lainnya. Pada tahun ini, terdapat 9 mahasiswa baru dari Gontor dan belasan mahasiswa baru lainnya dari pondok – pondok alumni. Bertambahnya anggota IKPM ini secara tidak langsung menambah kehangatan keluarga besar IKPM di Madinah. 








Share:

Jumat, 09 Maret 2012

BERTARUH NYAWA DEMI KEBENARAN AQIDAH (Kisah ‘Menggugah’ Dalam Kitab ‘Haidah’)

Oleh: Haidir Rahman Rz 


Sejarah telah mencatat bahwa masa kekhalifahan Abbasiyyah merupakan masa keemasan bagi umat muslim. Pemerintahan Bani Abbasiyah mampu menjadikan Baghdad sebagai pusat peradaban dunia. Bahkan, peradaban Islam kala itu dikenal sebagai peradaban super power yang disegani dunia.
Namun, sejarah juga mencatat bahwa pada masa itu umat muslim dilanda krisis aqidah. Umat muslim -khususnya ahlussunnah- mendapat tekanan dari pemerintah untuk meyakini suatu paham batil yang bertentangan dengan ajaran ahlissunnah wal jama'ah.
Krisis aqidah ini terjadi di masa kepemimpinan Al-Makmun, putra dari Khalifah Harun Ar-Rasyid. Pada masa ini, pembesar mazhab Jahmiyyah[i] dan Mu’tazilah[ii] berhasil mendekati kalangan petinggi istana untuk memaksakan doktrin bid'ahnya kepada kaum muslim. Salah satu doktrin yang mereka lontarkan ialah ‘Al-Quran adalah makhluk’. Pemerintah mewajibkan majelis – majelis ilmu di setiap sudut kota Baghdad untuk mengajarkan paham ini kepada umat. Jika ada ulama yang menolak mengajarkannya akan ditangkap, dijebloskan ke penjara, dan dilarang untuk menyampaikan ilmunya kepada masyarakat.
Masyarakat mengalami ketakutan yang mencekam, mereka mau tidak mau harus mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk. Banyak di antara mereka yang hijrah keluar Baghdad untuk menyelamatkan aqidah mereka. Adapula yang memilih untuk ber-tauriyah[iii]. Namun, adapula yang bersikukuh mempertahankan aqidah yang benar dengan tetap mengatakan bahwa Al-Quran adalah kalam Allah dan bukan makhluk. Di antara mereka yang masih tetap pada pendiriannya adalah Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah. Ketegaran beliau dalam mempertahankan aqidahnya ini harus dibayar dengan pukulan dan siksaan di dalam penjara kota Baghdad.
            Rupanya kekejaman pemerintahan Makmun tidak berhenti di situ saja. Mereka menantang seluruh ulama ahlussunnah untuk berdebat. Bagi siapa saja yang bisa mempertahankan hujjahnya di hadapan Khalifah Makmun diberi hak untuk berpendapat bahwa Al-Quran bukan makhluk. Namun jika dia gagal, nyawalah taruhannya. Ya… kekalahan penantang debat harus dibayar dengan hukuman mati. Siapa yang berani mengambil resiko ini? Para pembesar Mu’tazilah dan Jahmiyyah adalah ahli retorika. Suatu kebenaran bisa mereka ubah menjadi kebatilan. Siapa yang sudi menyerahkan nyawa sebagai taruhan hanya untuk berdebat dengan mereka? Ini adalah pilihan antara hidup atau mati.  
            Lain halnya dengan kebanyakan orang saat itu, ketika berita sayembara debat maut ini sampai ke Makkah, Imam Abdul Aziz Al-Kinani justru bertekad menantang para ahli bid'ah tersebut. Baginya, kematian bukanlah apa – apa. Semua orang pasti akan mati, namun yang harus direnungkan bagaimana ia akan mati. Akankah mati dalam kemaksiatan kepada Allah? Ataukah mati mulia membela agama Allah? Jika harus mati karena kalah berdebat tentu itu lebih baik, karena kematian tersebut adalah kematian yang mulia. Begitulah apa yang terlintas di benak beliau saat itu.
Siapakah  Abdul Aziz Al-Kinani ini? Beliau adalah seorang ulama ahlissunnah, murid dari Imam Syafi'i rahimahullah. Kemampuan munazharah (debat) dan mematahkan argumen lawan beliau warisi langsung dari gurunya. Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitabnya ‘Tarikh Baghdad’ mengatakan bahwa beliau datang ke kota Baghdad pada masa pemerintahan Al-Makmun untuk ber-munazharah dengan Bisyr Mirisi. Kisah munazharah ini pun telah beliau abadikan dalam kitabnya ‘Al-Haidah’. Dalam kitab tersebut tergambarkan bagaimana kepiawaian beliau dalam ber-istidlal (berdalil) dan mematahkan pendapat lawan. Kebatilan yang disebarkan para pembesar Jahmiyah dan Mu’tazilah telah diluluhlantahkan oleh Allah melalui lisan beliau. Subhanallah!
Perdebatan Imam Abdul Aziz rahimahullah dengan Bisyr Mirisi Al-Mu'tazili berlangsung sangat menegangkan. Munazharah ini disaksikan langsung oleh Khalifah Makmun, bahkan beliau sendiri yang menjadi hakim bagi mereka berdua.
Bisyr mengajukan pertanyaan kepada Imam Abdul Aziz sebagai tanda debat dimulai. “Al-Quran itu sesuatu, kan? Jika anda mengatakan sesuatu maka dengan sendirinya anda mengakui bahwa Al-Quran adalah makhluk. Karena Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
Allahlah pencipta segala sesuatu [Az-Zumar: 62].
Namun, jika anda mengatakan bukan sesuatu, maka anda telah mengingkari ayat ini.”
Nampaknya, Bisyr Mirisi memulai debat dengan ilzamat, yaitu pertanyaan yang sifatnya menjebak seseorang kepada dua jawaban yang harus dia jawab. Imam Abdul Aziz dipaksa untuk mengakui Al-Quran adalah makhluk karena Al-Quran adalah sesuatu. Jika Al-Quran adalah sesuatu, artinya Al-Quran telah diciptakan oleh Allah. Hal ini karena lafazh kull di dalam bahasa Arab  mengandung makna umum. Kullu syai-in dalam ayat tersebut berarti ‘segala sesuatu’. Jadi, jika dikatakan kullu syai-in, Al-Quran pun termasuk di dalamnya.
Namun, Imam Abdul Aziz bukanlah orang bodoh yang bisa dijebak dengan ilzamat seperti ini. Sebelum menjawabnya, beliau melakukan sedikit gertakan, “sungguh aneh, baru kali ini aku melihat seorang yang bertanya namun dia jawab sendiri pertanyaannya itu.”
Kemudian Imam Abdul Aziz menjelaskan bahwa lafazh kull tidak selamanya berlaku umum terhadap tiap – tiap sesuatu yang dihukuminya, ada pengecualian di dalamnya. Contohnya pada ayat:
تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا
Angin itu menghancurkan segala sesuatu dengan izin Rabbnya [Al-Ahqaf: 25]
Pada ayat ini, Allah mengisahkan bahwa Allah telah mengirim angin yang dasyat bagi kaum ‘Ad. Angin itu menghancurkan segala sesuatu. Namun kenyataannya tidak semuanya hancur, ada beberapa bangunan kaum Ad yang tersisa dan tidak hancur. Ini menunjukkan bahwa keumuman kull tidak selamanya mencakup segala sesuatu, ada beberapa hal yang dikecualikan.
Nah, khaliqu kulli syai' juga demikian. Benar Allah menciptakan segala sesuatu dan Al-Quran adalah sesuatu. Namun, Al-Quran adalah Kalam Allah. Kalam Allah adalah sesuatu, namun dia adalah sesuatu yang berbeda dari yang lainnya. Al-Quran dikecualikan dari sesuatu yang disebutkan dalam ayat tersebut.
Walau sudah dijelaskan panjang–lebar, Bisyr masih bersikeras, ngotot, dan tidak mau kalah. Dia masih teguh dengan pendapatnya semula, bahwa keumuman kull mencakup segala sesuatu tanpa terkecuali.
“Ya, sudah…,” kata sang Imam sambil memikirkan siasat baru mengalahkan Bisyr.
“Sekarang saya tanyakan, benarkah bahwa keumuman kull tidak bisa dikecualikan?”  
“Tidak akan bisa! Inilah mazhab saya dan saya tidak akan pernah mencabut kata – kata saya,” jawab Bisyr yakin.
“Sekarang perhatikan ayat ini:
كَتَبَ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ
Allah telah menetapkan  pada Nafs(diri)-Nya sifat rahmah [Al-An'am:12]
Dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa Allah memiliki nafs. Anda meyakini bahwa Allah memiliki nafs?”
“Ya, tentu saja!” jawab Bisyr.
“Sekarang perhatikan ayat ini:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
Setiap nafs pasti merasakan kematian [Ali Imran: 185]
Apakah nafs Allah termasuk di dalam keumuman kull pada ayat ini? Apakah nafs Allah juga merasakan kematian sebagaimana diberitakan dalam ayat ini?”
Skak matt, bungkamlah mulut ahli bid'ah itu. Bahkan ketika itu Khalifah Makmun berteriak, “ma'adzallah…ma'adzallah,” yang artinya semoga Allah melindungi kita dari pemahaman ini.
Ayat ini umum dan keumumannya juga dinyatakan dengan lafazh kull. Namun, karena Bisyr sudah terlanjur mengatakan bahwa keumuman kull tidak bisa dikecualikan, maka dia terpaksa harus menelan air liur yang telah diludahkannya. 
Ternyata, Imam Abdul Aziz juga sangat pandai bermain ilzamat melebihi Bisyr. Ilzamat sang Imam lebih telak pukulannya dan mampu mematahkan pendapat Bisyr. Walhasil, Bisyr pun terdiam seribu bahasa. Khalifah Makmun selaku juri memutuskan bahwa Imam Abdul Aziz telah memenangkan perdebatan ini. Selanjutnya, beliau meminta Imam Abdul Aziz untuk menjelaskan bagaimana Al-Quran dikecualikan dari keumuman lafazh kull, hingga Al-Quran dapat kita katakan bukan ciptaan Allah.
            Imam Abdul Aziz menjelaskan bahwa kabar di dalam Al-Quran terdiri dari empat jenis. Pada dasarnya, suatu kabar bisa tergolong kabar umum dan juga bisa digolongkan kabar khusus. Namun, di dalam Al-Quran, kabar umum ada yang bermakna umum dan ada yang bermakna khusus. Begitu juga kabar khusus, ada yang bermakna umum ada pula yang bermakna khusus. Seseorang yang tidak memahami perkara umum dan khusus di dalam Al-Quran seringkali terkecoh dengan kabar umum yang bermakna khusus serta kabar khusus yang bermakna umum.
            Adapun kabar umum yang bermakna umum, contohnya adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala:
وَلَهُ كُلُّ شَيْءٍ
Allah memiliki segala sesuatu [ An-Naml: 91]
Dari ayat ini kita ketahui bahwa segala sesuatu adalah milik Allah tanpa terkecuali.
Sedangkan kabar khusus yang bermakna khusus contohnya adalah firman Allah Ta'ala:
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونَ
Sesungguhnya penciptaan Isa di sisi Allah, seperti penciptaan Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah Dia. [Ali Imran: 59]
Kabar ini khusus menceritakan penciptaan Adam dan Isa 'alaihimas salam. Maknanya pun juga khusus bagi mereka berdua saja. Mereka berdua tidak dilahirkan dari sepasang suami dan istri.
Kemudian ketika Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى
Hai, manusia! sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari sepasang laki – laki dan perempuan[ Al-Hujurat: 13]
Dari ayat ini Allah mengabarkan bahwa setiap manusia diciptakan dari sepasang laki-laki dan perempuan. Kata ‘manusia’ di sini umum, termasuk di dalamnya Adam dan Isa 'alaihimas salam. Namun, karena sebelumnya Allah sudah menyatakan bahwa Adam dan Isa 'alaihimas salam tidak diciptakan dari sepasang laki-laki dan perempuan, maka dapat kita pahami bahwa kata ‘manusia’ dalam surah Al-Hujurat ini tidak sepenuhnya berlaku umum untuk semua manusia, akan tetapi dikecualikan dari keumuman tersebut Adam dan Isa 'alaihimas salam.
Nah, ayat dalam surah Al-Hujurat ini adalah contoh bagi kabar umum yang maknanya khusus. Karena kata ‘manusia’ bentuknya umum, namun makna yang diinginkan dalam ayat tersebut khusus bagi manusia selain Adam  dan Isa 'alaihimas salam.
            Adapun kabar khusus yang maknanya umum contohnya adalah firman Allah:
وَأَنَّهُ هُوَ رَبُّ الشِّعْرَى
Dialah pemilik bintang Syi'ra [An-Najm: 49]
Ayat ini mengabarkan bahwa Allah adalah pemilik bintang Syi'ra. Sifatnya khusus, jika kita terpaku pada ayat ini saja kita akan memahami bahwa bintang Syi'ra adalah satu – satu bintang yang dimiliki Allah. Apakah pemahaman ini benar? Tentu saja tidak. Karena meskipun ayat ini mengabarkan secara khusus bahwa Allah memiliki bintang Syi'ra saja, namun makna yang diinginkan lebih umum dari itu. Allah memiliki segala sesuatu, sebagaimana telah dikabarkan dalam surah An-Naml: 91 yang telah lalu.
                Kembali ke permasalahan keumuman lafazh kull dalam ayat khaliqu kulli syai' (Allah menciptakan segala sesuatu). Allah subhanahu wata'ala telah mengabarkan di dalam firman-Nya:
إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Sesungguhnya apa yang Kami katakan jika Kami menghendaki sesuatu hanyalah: "Kun! (jadilah)", maka jadilah ia. [An-Nahl: 40]
Perhatikan pernyataan qouluna lisyai-in yang berarti (Perkataan Kami terhadap sesuatu)! Perkataan Kami ialah Kalam Allah. Syai' yaitu sesuatu yang akan diciptakan. Allah subhanahu wa ta'ala di dalam ayat ini mengabarkan bahwa kalam-Nya dan ciptaan-Nya adalah sesuatu yang berbeda. Apa buktinya?
Perhatikan pernyataan idza aradnahu (jika kami menghendakinya). Menghendaki apa? Tentunya menghendaki penciptaannya. Kata ganti "nya" yang dimaksud di sini apa? Tentunya makhluk ciptaan. Allah tidak mengabarkan dengan pernyataan "jika kami menghendaki keduanya" yaitu kalam dan makhluk ciptaan. Artinya, Allah hanya menciptakan makhluk-Nya saja, namun tidak menciptakan Kalam-Nya, karena Allah menciptakan makhluk-Nya dengan Kalam-Nya.
Oleh karena itu, ketika Allah mengabarkan di dalam ayat bahwa Allah menciptakan segala sesuatu, seorang mukmin sudah menyadari bahwa segala sesuatu itu tidak sepenuhnya bermakna umum, namun dikecualikan darinya Kalam Allah. Karena Kalam Allah itu adalah Al-Quran, dengan demikian Al-Quran bukanlah makhluk. Kabar ini adalah kabar umum yang bermakna khusus. Bentuknya umum karena memberitakan segala sesuatu sebagai ciptaan Allah. Namun makna yang diinginkan khusus yaitu segala sesuatu selain Kalam Allah.
Ahsanta…ahsanta, ya Abdal Aziz!” sang Khalifah memuji kepandaian Imam Abdul Aziz dalam menjelaskan duduk perkara dari permasalahan ini.
Kisah ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa Allah pasti menolong agamanya. Pada mulanya, umat muslim saat itu menduga bahwa kebenaran tidak akan bisa menang karena sang penguasa telah menggunakan kekuasaannya untuk menghapus kebenaran. Bahkan, salah seorang petinggi istana menasehati Imam Abdul Aziz agar mengurungkan niatnya untuk berdebat. Petinggi istana tersebut begitu yakin kalau sang Imam tidak akan bisa mengalahkan Bisyr. Namun, sekali lagi kisah ini adalah bukti bahwa tidak ada kekuatan di muka bumi ini yang mampu menghancurkan kebenaran. Allahu Akbar!
           
Kota Nabi, 8 Rabi'ul Tsani 1433 H


[i] Jahmiyyah ialah salah satu aliran sesat pengikut Jahm bin Shofwan as-Samarqady yang berlawanan dengan Ahlu Sunnah. Mereka menjadikan akal sebagai landasan dalam beragama, termasuk juga dalam keberadaan Nama dan Sifat – Sifat Allah Yang Mulia.
[ii] Mu’tazilah ialah sebutan bagi para pengikut Wasil bin Atha' yang banyak sekali bertentangan dengan Ahlu Sunnah, termasuk dalam hal Nama dan Sifat Allah Yang Maha Mulia.
[iii] Ber-tauriyah ialah menyatakan sebuah ungkapan bahasa Arab yang memiliki dua makna: makna jauh dan makna dekat. Sang pembicara menginginkan makna jauh, sedangkan sang pendengar memahami makna dekat. Hal itulah yang dilakukan Ibnul Madini saat itu. 
Ketika Ibnul Madini ditanya, apakah Al-Quran itu makhluk? Ia menunjukkan empat jarinya seraya berkata, “Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Quran. Semuanya ini makhluk.”
Beliau tidak bermaksud mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk, tapi jarinya yang empat inilah makhluk itu. Hal inilah yang disebut dengan ber-tauriyah.


Share:

Official Website Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Cabang Madinah, Saudi Arabia. Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Pembekalan Pendaftaran S2 untuk Warga IKPM Madinah

Suasana acara pembekalan untuk pendaftaran S2  Madinah - Ikatan Keluarga Pondok Modern Darussalam Gontor cabang Madinah mengadakan pengaraha...

Blog Archive